BIMBINGAN KONSELING ISLAMI



BIMBINGAN KONSELING ISLAMI

Kemunculan Konseling Islami tidak dapat dipisahkan dari sekian problematika yang dihadapi oleh manusia, seperti kritik terhadap pemikiran barat dan kegilasahan dalam batin. Menurut Nashori, ummat Islam harus bangkit dan tampil untuk menguatkan gagasan tentang perlunya menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan pribadi dan sosial kemasyarakatan, yang sudah terbukti dalam sejarah manusia, sebagai landasan pijak bagi lahirnya peradaban emas yang menghargai dan menempatkan manusia secara hakiki dan menghindarkan manusia dari kehancuran eksistensinya seperti pada jaman Jahiliyyah. Menempatkan Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber ilmu pengetahuan yang tidak ada tandingannya serta mengimplementasikan tauhid sebagai pondasi dalam berperilaku. Selain itu juga, pandangan sekuler yang dihasilkan oleh rasio barat, memunculkan gerakan kritis di kalangan ummat Islam untuk mengembangkan ilmu yang berangkat dari Al Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, penulisan buku “Konseling Islami di Madrasah Aliyah Negeri Medan” ini dilandasi oleh beberapa pemikiran sebagai berikut: Pertama, Sebagian orang mampu menangani masalah yang dihadapi, namun tidak sedikit yang tersesat saat mengatasi masalahnya. Dalam konteks ini, konseling Islami dikaji dan diteliti sebagai sarana untuk membantu individu agar dapat berkembang selaras dengan tujuan manusia diciptakan, yaitu khalifah fil ardh, Q.S. Al Baqarah, 2: 35. Dalam rangka untuk mencapai derajat khalifah yang hakiki, maka sudah barang tentu diperlukan arahan dan bimbingan yang dapat menghantarkan kepada pemahaman yang tepat pula. Allah memerintahkan manusian untuk saling mengingatkan dan menasehati, Q. S Al Ashr, 103:2-3 Artinya: Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Ketika menafsirkan ayat tersebut, Syaikh Zamakhsyari dalam tafsirnya Al Kasyaf, menyebutkan bahwa banyak orang yang merugi karena menjual akhirat demi kehidupan dunia. Namun, pengecualian diberikan kepada orang yang saling mengingatkan dan menasehati kepada kebaikan, tauhid, menjauhi maksiat. Dengan kata lain, keberadaan konseling merupakan antitesa terhadap kebutuhan untuk saling mengingatkan, membantu menuju kebaikan, dengan cara menasehati, mengkonseling, membimbing dan sebagainya. Sebagai salah satu bidang kajian cross culture yang berafiliasi dengan kajian indegenious menjadi bidang yang tidak pernah usang untuk dikaji dan, terus menerus dilakukan penelitian yang mendalam untuk mendapatkan formulasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat yang selalu mengalami perubahan yang sangat cepat dan massif. Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber ilmu (mashdarul ilmi) sudah banyak memberikan batasan-batasan tata cara kehidupan sosial, agar manusia dapat menjalani hidup di Dunia dan Akhirat dengan bahagia seiring, dengan konteks budaya manusia dibawanya. Kaidah ushul sebagai salah satu pedoman memahami Al Qur’an dan Al Hadits menyebutkan “taghoyyurul ahkam bi taghoyyuril amkan wal azminah” perubahan produk hukum dapat dilakukan jika saja terjadi perubahan dalam segi tempat dan waktu. Oleh karena itu, kondisi masyarakat yang berubah menuntut adanya upaya rekondisi dengan keadaan yang sedang berlaku pada tempat maupun eranya. Kondisi sosial masyarakat dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan seiring dengan pergesaran dimensi kehidupan dan budaya yang berkembang. Sebagai makhluk yang dinamis, manusia selalu ingin menyesuaikan dirinya dengan konteks tempat dan waktu yang dialami. Sifat manusia yang ingin berubah dari waktu ke waktu ini bisa jadi merupakan fitrah manusia menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk unik dan istimewa diciptakan oleh Allah Sang Pencipta dari segala makhluk ciptaanNya. Perubahan era pertanian, menuju era industri dan sampai pada era globalisasi merupakan salah satu kreasi fitrah manusia yang selalu ingin maju dan berkembang.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama